A Latar Belakang. Al-Qur'an adalah kitab suci bagi umat Islam, sekaligus merupakan mukjizat terbesar yang diwahyukan Alhah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagai wahyu Nabi akhir zaman, Al-Qur'an dengan segala isinya - juz, surat, ayat - memiliki banyak hal yang menjadi sumber keilmuan, laksana sinar penerang bagi umat muslim khususnya Pengertianulumul Qur'an (1) Pengertian 'Ulumul Qur'an Secara etimologi, kata Ulumul Qur'an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu "ulum" dan "Al-Qur'an". Kata ulum adalah bentuk jama' dari kata "ilmu" yang berarti ilmu-ilmu. Sedangkansecara terminologi dapat disimpulkan bahwa ulumul qur'an adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur'an, baik dari aspek keberadaanya sebagai Al-Qur'an maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia. Ulumul Qur'an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. AlQur'an adalah kalammullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad lewat perantara malaikat Jibril sebagai mu'jizat. Al-Qur'an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal, baik aqidah, ibadah, etika, mu'amalah dan sebagainya. "Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk Vay Tiền Trả Góp Theo Tháng Chỉ Cần Cmnd. Rizqi Candra Saputra Liko Tegar Muhamad A. Pengertian Ulumul Qur’anSecara etimologi, kata Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnaya. Dengan demikian, ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasmil Qur’an, ilmu I’jazil Qur’an, ilmu asbabun nuzul, dan ilmu-ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an menjadi bagian dari ulumul Qur’ menurut terminologi terdapat berbagai definisi yang dimaksud dengan ulumul Qur’an diantara lain v Assuyuthi dalam kitab itmamu al-Dirayah mengatakan علم يبحث فيه عن احوال الكتاب العزيز من جهة نزوله وسنده وادابهوالفاظه ومعانيه المتعلقة بالاحكام وغير ذالكّ.“Ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi turunya, sanadnya, adabnya makna-maknanya, baik yang berhubungan lafadz-lafadznya maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya, dan sebagainya”.v Al-Zarqany memberikan definisi sebagai berikutمباحث تتعلّق بالقران الكريم من ناحية نزوله وترتيبه وجمعه وكابته وقراءته وتفسيره واعجازه وناسخه ومنسوخه ودفع الشّبه عنه ونحو ذالك.“Beberapa pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an Al-Karim dari segi turunya, urutanya, pengumpulanya, penulisanya, bacaanya, penafsiranya, kemu’jizatanya, nasikh mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, dan sebagainya”.Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ulumul qur’an adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia atau ilmu-ilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keperluan membahas al-Qur’ Ruang Lingkup Pembahasan Al-Qur’anUlumul Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Ulumul Qur’an meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an, baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab, seperti ilmu balaghah dan ilmu I’rab al-Qur’an. Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya. Dalam kitab Al- Itqan, Assyuyuthi menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Kemudian dia mengutip Abu Bakar Ibnu al_Araby yang mengatakan bahwa ulumul qur’an terdiri dari 77450 ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna Dzohir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufrodatnya. Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung. Firman Allah قُل لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَاداً لِّكَلِمَـتِ رَبِّى لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَـتُ رَبِّى وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَداً Katakanlah Sekiranya lautan menjadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis ditulis kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu pula. Al-Kahfi 109C. Pokok PembahasanSecara garis besar Ilmu alQur’an terbagi dua pokok bahasan yaitu 1. Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang macam-macam qira’at, tempat turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti memahami lafadz yang ghorib asing serta mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan Ash-Shidiqie memandang segala macam pembahasan ulumul Qur’an itu kembali kepada beberapa pokok pembahasan saja seperti v Nuzul. Permbahasan ini menyangkut dengan ayat-ayat yang menunjukan tempat dan waktu turunya ayat Al-Qur’an misalnya makkiyah, madaniyah, hadhariah, safariyah, nahariyah, lailiyah, syita’iyah, shaifiyah, dan firasyiah. Pembahasan ini juga meliputi hal yang menyangkut asbabun nuzul dan Sanad. Pembahasan ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad yang mutawattir, ahad, syadz, bentuk-bentuk qira’at nabi, para periwayat dan para penghapal Al-Qur’an Al-Qur’an, dan Cara Tahammul penerimaan riwayat.v Ada’ al-Qira’ah. Pembahasan ini menyangkut waqof, ibtida’, imalah, madd, takhfif hamzah, Pembahasan yang menyangkut lafadz Al-Qur’an, yaitu tentang gharib, mu,rab, majaz, musytarak, muradif, isti’arah, dan Pembahasan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum, yaitu ayat yang bermakna Amm dan tetap dalam keumumanya, Amm yang dimaksudkan khusus, Amm yang dikhususkan oleh sunnah, nash, dhahir, mujmal, mufashal, manthuq, mafhum, mutlaq, muqayyad, muhkam, mutasyabih, musykil, nasikh mansukh, muqaddam, mu’akhar, ma’mul pada waktu tertentu, dan ma’mul oleh seorang Pembahasan makna Al-Qur’anyang berhubungan dengan lafadz, yaitu fashl, washl, ijaz, ithnab, musawah, dan Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’anSebagai ilmu yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, ulumul Qur’an tidak lahir sekaligus. Ulumul Qur’an menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi Al-Qur’an dari segi keberadaanya dan segi masa Rasul SAW dan para sahabat, ulumul Qur’an belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para sahabat adalah orang-orang Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasul, dan bila menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung kepada Rasul zaman Khulafa’u Rasyiddin sampai dinasti umayyah wilayah islam bertambah luas sehingga terjadi pembauran antara orang Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab. Keadaan demikian menimbulkan kekhawatiran sahabat akan tercemarnya keistimewaan bahasa arab, bahkan dikhawatirkan tentang baca’an Al-Qur’an yang menjadi sebuah standar bacaan mereka. Untuk mencegah kekhawatiran itu, disalinlah dari tulisan-tulisan aslinya sebuah al-qur’an yang disebut mushaf imam. Dan dari salinan inilah suatu dasar ulumul Qur’an yang disebut Al rasm Ulumul Qur’an memasuki masa pembukuanya pada abad ke-2 H. Para ulama memberikan prioritas perhatian mereka kepada ilmu tafsir karena fungsinya sebagai umm al ulum alQur’aniyyah. Para penulis pertama dalam tafsir adalah Syu’bah ibn al-Hajjaj 160 H, Sufyan Ibn Uyaynah 198 H, dan Wali Ibn al-Jarrah 197 H. dan pada abad ke-3 muncul tokoh tafsir yang merupakan mufassir pertama yang membentangkan berbagai pendapat dan mentarjih sebagianya. Beliau adalah Ibn jarir atThabari 310 H. Selanjutnya sampai abad ke-13 ulumul Qur’an terus berkembang pesat dengan lahirnya tokoh-tokoh yang selalu melahirkan buah karyanya untuk terus melengkapi pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan ilmu tersebut. Diantara sekian banyak tokoh-tokoh tersebut, Jalaluddin al-bulqini 824 H pengarang kitab Mawaqi’ Al-ulum min Mawaqi’ al-Nujum dipandang Assuyuthi sebagai ulama yang mempelopori penyusunan Ulumul Qur’an yang lengkap. Sebab, dalam kitabnya tercakup 50 macam ilmu Al-Qur’an. Jalaluddin al-Syuyuthi 991 H menulis kitab Al-Tahhir fi Ulum al-Tafsir. Penulisan kitab ini selesai pada tahun 873 H. kitab ini memuat 102 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an. Karena itu, menurut sebagian ulama, kitab ini dipandang sebagai kitab Ulumul Qur’an paling Al-Syuyuthi belum merasa puas dengan karya monumental ini sehingga ia menyusun lagi kitab Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an. Didalamnya dibahas 80 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an secara padat dan sistematis. Menurut Al-Zarqani, kitab ini merupakan pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini. Sampai saat ini bersamaan dengan masa kebangkitan modern dalam perkembangan ilmu-ilmu agama, para ulama masih memperhatikan akan ilmu Qur’an ini. Sehingga tokoh-tokoh ahli Qur’an masih banyak hingga saat ini di seluruh dunia. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Ulumul Qur'an terdiri atas dua kata 'Ulum dan Al-Qur'an. 'Ulum adalah jamak plural dari kata tunggal mufrad 'ilm , yang secara harfiah berarti ilmu. Sedangkan Al-Qur'an adalah nama bagi kitab Allah Swt. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. dengan demikian, maka secara harfiah kata 'Ulumul Qur'an dapat diartikan sebagai ilmu-ilmu Al-Qur'an atau ilmu-ilmu yang membahas Al-Qur' kata jamak pada 'Ulumul Qur'an, tidak kata mufrad yakni ilmul Qur'an, karena istilah ini tidak ditunjukkan kepada satu cabangilmu pengetahuan yang bertalian kepada Al-Qur'an, akan tetapi mencakup semua ilmu yang mengabdi kepada Al-Qur'an atau memiliki sandaran rujukan kepada Al-Qur'am.[1]Baca juga Kajian Teks dalam Perspektif Filologi dan Ulumul Hadist Taarif atau pengertian Ulumul Qur'an yang dikemukakan oleh para ahli tidak sedikit tidak semua pendapat para ulama dikemukakan, tapi hanya sebagian dari pendapat tersebut yang dapat dikemukakan, antara lain Al-Zarqoni Imam Al-Zarqoni menyatakan bahwa Ulumul Qur'an adalah ilmu-ilmu yang membicarakann hal-hal yang berhubungan dengan Alquranul Karim, yaitu dari aspek turun, susunan, pengumpulan, tulisan, bacaan, penjelasan tafsir, mukjizat, nasikh, mansukhnya, serta menolak terhadap hal-hal yang dapat mendaptangkan keaguan terhadapnya Al-Qur'an.[2]Baca juga Ulumul Quran dan PerkembangannyaAs-syuthiImam As-Suyuthi menyatakan bahwa Ulumul Quran adalah Ilmu yang membahas seluk-beluk Al-Qur'an. Diantaranya yaitu yang membicarakan aspek turunnya, sanadnya, bacaannya, lafaznya, maknanya yang berhubungan dengan hukum, dan lain sebagainya.[3] Baca juga Ulumul HaditsMuhammad Ali Ash-Shobuni Adapun yang dimaksud dengan 'Ulumul Qur,an dalam terminology para ahli ilmu-ilmu Al-Qur'an seperti yang diformulasikan Muhammad 'Ali al-Shabuni yaitu Ilmu-ilmu yang membahas tentang turunnya Al-Qur'an, pengumpulannya, susunannya, pembukuannya, sebab-sebab turunnya, makkiyah dan madaniyyah serta mengenai nasikh dan mansukhnya,muhkam dan mutasyabihnya, dan lain-lain yang sehubungan dengan Al-Qur'an.[4] Lihat Humaniora Selengkapnya Ilustrasi hukum rajam dalam Al-quran. Foto Gatot Adri/ShutterstockHukum rajam merupakan hukuman yang diakui dalam ketentuan hukum pidana Islam dan telah diterima oleh hampir semua fuqaha. Hukum rajam dianggap sebagai hukuman fisik terberat yang dapat dikenakan pada umat buku Membumikan Hukum Pidana Islam oleh Topo Santoso, meski dilaksanakan sesuai hukum Islam, hukum rajam tidak dikenal dalam hukum pidana nasional. Pelaksanaan hukum rajam tetap harus mempertimbangan hukum pidana nasional yang berlaku di masing-masing apa pelaksanaan hukum rajam dan siapa saja yang dapat dikenai sanksi tersebut? Untuk mengetahuinya, simak penjelasan selengkapnya dalam artikel berikut Hukum RajamIlustrasi hukum rajam dalam Al-quran. Foto dotshock/ShutterstockSecara etimologi, rajam dimaknai dengan melempar dengan batu. Dalam terminologi hukum Islam, hukum rajam didefinisikan sebagai hukuman bagi pelanggar yang dilakukan dengan cara dilempari batu atau sejenisnya hingga meninggal dalam jurnal Hukuman Rajam bagi Pelaku Zina Muhshan dalam Hukum Pidana Islam tulisan Rokhmadi, hukum rajam sejatinya bukan berasal dari syariat Islam, melainkan didasarkan pada nash dalam Kitab Taurat. Hukuman tersebut kemudian disyariatkan dalam Islam bagi pelaku rajam dinilai lebih kejam daripada hukuman mati lainnya karena pelanggar akan disiksa secara perlahan sebelum akhirnya meninggal dunia. Awalnya, tubuh si pelaku akan ditanam di dalam tanah, kemudian ia akan dilempari dengan batu atau sejenisnya secara bertubi-tubi sampai Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai HAM menganggap hukum rajam sebagai bentuk penyiksaan yang tidak berperikemanusiaan. Itu sebabnya hukuman ini tidak diberlakukan di Rajam untuk Siapa?Seorang pelanggar peraturan daerah qanun syariat Islam menjalani hukuman cambuk di halaman Masjid Agung Al-Munawarah Kecamatan Kota Jantho, Aceh Besar, Aceh, Jumat 18/2/2022 Foto Syifa Yulinnas/ANTARA FOTODalam Islam, hukum rajam diberlakukan untuk pelaku zina muhshan, yaitu zina yang pelakunya berstatus istri, duda, atau janda. Dengan kata lain, zina tersebut dilakukan oleh orang yang masih dalam status pernikahan atau pernah menikah secara buku Fiqh Jinayah oleh Nurul Irfan dan Masyrofah, hukum rajam bagi pelaku zina muhshan tidak disebutkan secara eksplisit dalam Alquran. Hukuman yang disebutkan secara gamblang adalah cambuk 100 kali yang tertuang dalam surat An Nur ayat 2.“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama hukum Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman.”Namun, eksistensi hukum rajam ditetapkan melalui ucapan dan perbuatan Rasulullah SAW. Dalam sebuah riwayat, dijelaskan bahwa Rasulullah melakukan hukum rajam terhadap Maiz bin Malik dan Al-Ghamidiyah. Sanksi ini juga diakui oleh ijma’ sahabat dan tabi'in serta pernah dilakukan pada zaman Khulafaur Ubadah bin al-Shamit ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Ambillah dari diriku, ambillah dari diriku, sesungguhnya Allah telah memberi jalan keluar hukuman untuk mereka pezina. Jejaka dan perawan yang berzina hukumannya didera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun, sedangkan duda dan janda yang berzina hukumannya didera seratus kali dan dirajam.” HR. MuslimPernyataan dalam hadits di atas juga bersumber pada Kitab al-Quran Mushaf Usmany“Di dalam riwayat Abi Mu’syar, kita benar-benar telah membaca ayat itu dengan lafadz Jika orang laki-laki dan orang perempuan dewasa/telah kawin melakukan perzinaan, maka rajamlah keduanya, karena mereka durhaka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.”Apakah hukum rajam itu kejam?Apakah hukum rajam masih ada?Apakah hukum rajam melanggar HAM? Definisi Ulumul Qur’an Ulumul Qur’an adalah ilmu yang tersusun atas berbagai macam pokok pembahasan yang berkaitan dengan al-Qur’an dari berbagai aspeknya, di antaranya ialah nuzulul Qur’an [1], asbabun nuzul, makkiyah, dan madaniyah, sejarah penulisan dan pengumpulan al-Qur’an, rasm [2], i’jaz [3] , ushlub [4] , amtsal [5] , kisah-kisah yang ada di dalam al-Qur’an, tafsir, penjelasan lafazh-lafazh al-Qur’an, dan sebagainya. Tema Pokok Ulumul Qur’an Sebenarnya, tema pokok ulumul Qur’an adalah al-Qur’an itu sendiri dilihat dari berbagai macam aspek sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, yakni uraian yang terkait dengan ayat dan surat al-Qur’an, makkiyah dan madaniyyah, asbabun nuzul, dan lain sebagainya. Barangkali, alasan ulama memberi nama terhadap ilmu ini dengan “ulumul Qur’an” jamak/plural, bukan “ilmu al-Qur’an” tunggal/singular ialah masing-masing-masing-masing tema Pembahasan dalam disiplin ilmu ini merupakan ilmu yang berdiri sendiri, misalnya pembahasan tentang sisi kemukjizatan al-Qur’an telah diulas oleh para ulama dalam kitab tersendiri. Begitu juga dengan tema-tema yang lain, semisal makkiyah dan madaniyyah, serta muhkam dan mutasyabbih [6]. Jadi, oleh karena ilmu ini tersusun atas tema-tema yang independen, maka dinamakan ulumul Qur’an, bukan ilmu al-Qur’an. Manfaat Mempelajari dan Mengetahui Ulumul Qur’an Adapun di antara manfaat dan kegunaan mengetahui ulumul Qur’an adalah dapat memberi gambaran secara lengkap dan sempurna tentang al-Qur’an dari aspek turunnya ayat, tafsir, pengumpulan serta penulisan al-Qur’an, dan sebagainya. Ketika gambaran tersebut telah sempurna di dalam hati kita, maka bertambahlah nilai kesucian dan kesakralan al-Qur’an di dalam diri dan jiwa kita, serta bertambah pula pengetahuan kita tentang petunjuk, adab, hukum, dan syariah yang terkandung di dalam kitab suci ini. Sebagaimana kita ketahui, dengan mendalami ulumul Qur’an, kita mampu menolak kebatilan serta kesesatan yang diperbuat serta disebarkan oleh orang-orang jahiliah dan pihak-pihak yang membenci al-Qur’an. Disiplin ilmu ini juga membuat kita mengetahui syarat-syarat yang harus dikuasai oleh seseorang yang ingin mempelajari tafsir al-Qur’an. Selain itu, memahami ulumul Qur’an juga membuat kita menyadari betapa luar biasa upaya serta perjuangan yang telah dicurahkan dan dilakukan oleh para ulama untuk mengabdikan diri kepada al-Qur’an. Di antara mereka, ada yang menulis serta menyusun kitab tafsir al-Qur’an dan ada pula yang mengkhususkan membahas tema-tema lain yang berkaitan dengan al-Qur’an. Kitab-Kitab Ulumul Qur’an Para sahabat yang hidup pada masa Rasulullah tidaklah memerlukan kitab-kitab ulumul Qur’an. Sebab, mereka telah mengerti dan memahami seluk-beluk ilmu ini. Jika suatu saat tidak dapat memahami sebagian dari ilmu tersebut, mereka akan menanyakannya secara langsung kepada beliau. Baru pada abad ke-2 Hijriah, para ulama mulai menyusun dan mengarang kitab-kitab ulumul Qur’an dengan beragam tema dan pokok pembahasan. Di antara mereka, ada yang menulis tafsir al-Qur’an , misalnya Yazid bin as-Sulami w. 117 H, Syu’bah bin al-Hujaj w. 160 H, dan Waki’ bin al-Jarrah w. 197 H. Setelah itu, muncul Muhammad bin Jarir ath-Thabari w. 310 H. Ia adalah syaikh al-mufassirin imamnya para ahli tafsir. Kitab tafsirnya yang berjudul Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an merupakan kitab tafsir yang paling lengkap dan unggul di antara kitab tafsir lainnya. Selain tafsir, para ulama juga menulis berbagai ragam tema ulumul Qur’an yang lain, misalnya Ali bin al-Madini w. 224 H. Sosok yang menjadi gurunya Imam Bukhari ini telah menyusun sebuah kitab tentang asbabun nuzul. Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam w. 224 H, ia menyusun sebuah kitab tentang nasikh mansukh dan qira’at. Ibnu Qutaibah w. 276 H, ia mengarang kitab tentang musykil al-Qur’an. Mereka adalah para ulama ahli al-Qur’an yang hidup pada abad ke-3 Hijriah. Satu abad kemudian, yakni abad ke-4 Hijriah, muncul para ulama yang melanjutkan usaha-usaha mereka dalam menulis kitab-kitab ulumul Qur’an, di antaranya adalah Muhammad bin Khalaf bin Marzuban w. 309 H, ia menulis kitab yang berjudul Al-Hawi fi Ulum al-Qur’an. Abu Bakr Muhammad bin al-Qasim al-Anbari w. 328 H, ia menyusun kitab tentang ulumul Qur’an. Abu Bakr as-Sijistani w. 330 H, ia mengarang sebuah kitab tentang gharib al-Qur’an. Pada Abad-abad selanjutnya, juga muncul para ulama yang lain, di antaranya adalah Abu Bakar al-Baqilani w. 403 H, ia menyusun sebuah kitab tentang i’jaz al-Qur’an. Ali bin Ibrahim bin Said al-Hufi H, ia menulis kitab yang berjudul I’rab al-Qur’an. Al-Izzu bin Abdus Salam w. 660 H, sosok yang mendapat gelar rajanya para ulama tersebut telah menyusun sebuah kitab yang berjudul Majaz al-Qur’an. Al-Imam bin Al-Qayyim w. 751 H, ia menulis sebuah kitab yang berjudul Aqsam al-Qur’an. Kajian terhadap ulumul Qur’an seakan tak pernah padam. Terbukti, pada masa kontemporer, banyak juga kitab ulumul Qur’an yang diterbitkan, ia antaranya ialah I’jaz al-Qur’an dikarang oleh Musthafa Shadiq Ar-Rafi’i. Tarjamah Ma’ani al-Qur’an disusun oleh Syaikh Muhammad Musthafa al-Maraghi. Minhaj al-Furqan fi Ulum al-Qur’an ditulis oleh Syaikh Muhammad Ali Salamah. Al-Bayan fi Mabahits min Ulum al-Qur’an dikarang oleh Syaikh Abdul Wahab Majid Ghazlan. Mabahits fi Ulum al-Qur’an disusun oleh Syaikh Manna’ al-Qathan. Manahil al-Irfan fi Ulum al-Qur’an ditulis oleh Syaikh Muhammad Abdul Azhim az-Zarqani. Ini merupakan kitab ulumul Qur’an yang paling luas pembahasannya, unggul, indah ushlub-nya, tinggi gaya bahasanya, serta paling banyak memberi sanggahan dan penolakan terhadap hal-hal yang syubhat tidak jelas yang disebarkan oleh orang-orang yang membenci al-Qur’an. Referensi Thanthawi, Muhammad Sayyid, Ulumul Qur’an, Yogyakarta Diva Press, 2013. Turunnya al-Qur’an ⤴Bentuk tulisan al-Qur’an ⤴kemukjizatan Al-Qur’an ⤴gaya bahasa al-qur’an ⤴perumpamaan-perumpamaan dalam al-qur’an ⤴Muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maknanya secara langsung, sedangkan mutasyabbih adalah ayat yang memerlukan penjelasan secara mendalam. Bahkan, sebagian ulama menyebut ayat yang masuk dalam kategori mutasyabbih hanya diketahui maknanya oleh Allah Ta’ala. ⤴

pengertian ulumul qur an secara etimologi dan terminologi